CILEGON,- Cilegonselatan.com,- NGO Rumah Hijau menyoroti kegiatan publik yang disponsori produk rokok di Lapangan Tegal Tong, Kota Cilegon, pada Sabtu 11 Oktober 2025. Kegiatan tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran nyata terhadap Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2022 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sekaligus mencerminkan lemahnya penegakan hukum oleh pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif NGO Rumah Hijau, Supriyadi, menyesalkan pembiaran kegiatan yang terang-terangan melibatkan promosi produk rokok di ruang publik yang seharusnya menjadi kawasan bebas dari aktivitas tersebut.
“Kami sangat menyayangkan adanya pembiaran terhadap kegiatan bersponsor rokok di Lapangan Tegal Tong pada 11 Oktober lalu. Padahal lokasi itu jelas termasuk ruang publik, dan secara hukum masuk kategori Kawasan Tanpa Rokok,” ujar Supriyadi, Sabtu (18/10/2025).
Menurutnya, kehadiran oknum anggota DPRD Kota Cilegon dalam kegiatan itu menambah luka bagi publik.
“Ironis, oknum anggota DPRD yang mengesahkan perda justru hadir di acara yang melanggarnya. Ini bentuk kesesatan berpikir dan kemunduran moral. Membuat perda butuh biaya besar dari uang rakyat, tapi implementasinya malah diabaikan begitu saja,” tegasnya.
Dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2022 tentang Kawasan Tanpa Rokok, disebutkan secara tegas bahwa:
“Setiap orang, badan dan/atau pengelola atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dilarang merokok, menjual, memproduksi, mengiklankan dan/atau mempromosikan rokok di tempat atau area yang dinyatakan Kawasan Tanpa Rokok.”
Kutipan tersebut, menurut Supriyadi, menunjukkan bahwa kegiatan bersponsor rokok di Lapangan Tegal Tong jelas melanggar aturan daerah.
“Kegiatan itu bukan hanya menyalahi etika publik, tapi juga merupakan pelanggaran hukum yang nyata. Pemerintah seolah menutup mata terhadap hal ini,” ucapnya.
NGO Rumah Hijau juga menyoroti mudahnya surat izin keramaian yang diterbitkan oleh Polres Cilegon tanpa mempertimbangkan keberlakuan perda tersebut.
“Penerbitan izin acara seharusnya memperhatikan regulasi daerah. Kalau acara promosi rokok bisa lolos izin, berarti ada yang salah dalam sistem administrasi dan pengawasan Polres Cilegon. Surat izin itu justru menegaskan bahwa pembiaran dilakukan secara sadar,” kata Supriyadi.
Ia menambahkan bahwa proses penyusunan dan pengesahan perda KTR sendiri memakan biaya besar dari APBD Kota Cilegon, sehingga pelanggaran seperti ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat.
“Penyusunan perda itu tidak murah, ada biaya konsultasi, pembahasan lintas instansi, dan dukungan akademik. Jadi ketika aturan yang dibuat dengan biaya besar justru dikhianati oleh penyelenggara negara sendiri, itu menunjukkan tidak adanya tanggung jawab moral,” jelasnya.
Atas peristiwa ini, NGO Rumah Hijau menyatakan akan segera mengirimkan surat resmi ke pemerintah pusat.
“Kami akan berkirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Kami ingin melaporkan bahwa di Cilegon telah terjadi pelanggaran terang-terangan terhadap Perda KTR yang disahkan dengan biaya besar,” tutur Supriyadi.
Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan semata kritik, tetapi bentuk tanggung jawab sosial untuk menjaga konsistensi kebijakan publik dan melindungi generasi muda dari paparan promosi rokok.
“Perda KTR dibuat untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan perempuan, dari bahaya rokok. Tapi ketika ruang publik digunakan untuk promosi rokok, maka semangat perda itu mati. Kami tidak akan diam melihat pelanggaran ini terus dibiarkan,” pungkasnya.
Leave a Reply